HUKUM DAN KEDUDUKAN TAYAMUM
Adapun yang berkaitan dengan bersuci
tayamum, maka tayamum itu adalah pengganti air. Dalilnya adalah firman
Allah :
"Maka jika kamu tidak mendapatkan
air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci." (Al Maidah : 6).
Sabda Rasulullah -shallallahu 'alaihi
wa sallam-:
"Telah dijadikan bagiku bumi sebagai
mesjid dan alat untuk bersuci." [H. R. Bukhari dan Muslim]
Maka bertayamaum dibolehkan dalam
dua kondisi : saat tidak mendapati air dan saat tidak mampu untuk memakai
air disebabkan sakit atau semisalnya.
Bertayamum dilakukan untuk kedua
macam hadats, hadats kecil seperti kencing, berak atau buang angin, dan
hadats besar seperti bersetubuh atau keluar mani.
Dan dibolehkan bertayamum dengan
setiap apa menjadi pemukaan bumi, seperti tanah, pasir dan selainnya, sampai-sampai
kalau seandainya bumi itu terdiri dari batu yang tidak ada dipermukaannya
sedikit tanah dan tidak juga pasir, maka ia boleh bertayamum dengannya.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir -semoga Allah meridhainya-
sesungguhnya Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
"Telah dijadikan bagiku bumi sebagai
mesjid dan sebagai yang mensucikan, maka siapa saja dari umatku mendapatkan
waktu sholat maka shalatlah, maka disisinya didapatkan mesjidnya dan alat
untuk bersuci, dan terkadang waktu shalat masuk sedangkan ia di daerah
pasir atau terkadang waktu shalat masuk sedangkan ia di daerah batu, maka
dalam kondisi ini diperintahkan untuk bertayamum dengan (permukaan) bumi
(daerah ini)."
Ia boleh melakukan shalat dengan
bersuci pakai tayamum berapapun yang ia inginkan, baik shalat fardhu atau
sunat, karena hukumnya adalah hukum air.