MEMBACA AL FATIHAH
Hukum Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan salah
satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca
Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam (yang artinya):
"Tidak dianggap sholat (tidak sah
sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh
Al-Jama'ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i
dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang sholat tanpa membaca
Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak
sempurna"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh
Al-Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah
Jelas bagi kita kalau sedang sholat
sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada
sholat jama'ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan)
yakni pada sholat Dhuhur, 'Ashr, satu roka'at terakhir sholat Mahgrib dan
dua roka'at terakhir sholat 'Isyak, maka para makmum wajib membaca surat
Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
Lantas bagaimana kalau imam membaca
secara keras…?
Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan
bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali
surat Al-Fatihah:
"Betulkah kalian tadi membaca (surat)
dibelakang imam kalian?" Kami menjawab: "Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah."
Berkata Rasul: "Kalian tidak boleh melakukannya lagi kecuali membaca Al-Fatihah,
karena tidak ada sholat bagi yang tidak membacanya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad, dihasankan oleh At-Tirmidzi dan Ad-Daraquthni)
Selanjutnya beliau shallallahu 'alaihi
wa sallam melarang makmum membaca surat apapun ketika imam membacanya dengan
jahr (diperdengarkan) baik itu Al-Fatihah maupun surat lainnya. Hal ini
selaras dengan keterangan dari Al-Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal tentang
wajibnya makmum diam bila imam membaca dengan jahr/keras. Berdasar arahan
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah
berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :"Dijadikan imam itu hanya
untuk diikuti. Oleh karena itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian,
dan apabila imam membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan
bacaan imam itu)…"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh
Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu Majah no. 846, An-Nasa-i.
Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut pandanganku Shahih).
"Barangsiapa sholat mengikuti imam
(bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi bacaannya juga."
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu
Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu Majah, Thahawi dan Ahmad lihat kitab Irwa-ul
Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sesudah mendirikan sholat yang beliau keraskan
bacaanya dalam sholat itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang diantara
kamu yang membaca bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya
ada, wahai Rasulullah." Kemudian beliau berkata, "Sungguh aku katakan:
Mengapakah (bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga)." Berkata Abu Hurairah,
kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah keraskan bacaannya,
ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang demikian itu dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam.
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud,
At Tirmidzi, An Nasa-i dan Malik. Abu Hatim Ar Razi menshahihkannya, Imam
Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
Hadits-hadits tersebut merupakan
dalil yang tegas dan kuat tentang wajib diamnya makmum apabila mendengar
bacaan imam, baik Al-Fatihahnya maupun surat yang lain. Selain itu juga
berdasarkan firman Allah Ta'ala (yang artinya):
"Dan apabila dibacakan Al-Qur-an
hendaklah kamu dengarkan ia dan diamlah sambil memperhatikan (bacaannya),
agar kamu diberi rahmat." (Al-A'raaf : 204).
Ayat ini asalnya berbentuk umum yakni
dimana saja kita mendengar bacaan Al-Qur-an, baik di dalam sholat maupun
di luar sholat wajib diam mendengarkannya walaupun sebab turunnya berkenaan
tentang sholat. Tetapi keumuman ayat ini telah menjadi khusus dan tertentu
(wajibnya) hanya untuk sholat, sebagaimana telah diterangkan oleh Ibnu
Abbas, Mujahid, Sa'id bin Jubair, Adh Dhohak, Qotadah, Ibarahim An Nakha-i,
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lain. Lihat Tafsir Ibnu Katsir
II/280-281.
Cara Membaca Al Fatihah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
membaca surat Al-Fatihah pada setiap roka'at. Membacanya dengan berhenti
pada setiap akhir ayat (waqof), tidak menyambung satu ayat dengan ayat
berikutnya (washol) berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, Sahmi dan 'Amr
Ad Dani, dishahihkan oleh Hakim, disetujui Adz-Dzahabi.
Jadi bunyinya:
kemudian berhenti,
kemudian berhenti,
Begitulah seterusnya sampai selesai
ayat yang terakhir.
Terkadang beliau membaca:
( MAALIKI YAUMIDDIIN )
Atau dengan memendekkan bacaan 'maa'
menjadi: ( MALIKI YAUMIDDIIN ), Berdasarkan riwayat yang mutawatir
dikeluarkan oleh Tamam Ar Razi, Ibnu Abi Dawud, Abu Nu'aim, dan Al Hakim.
Hakim menshahihkannya, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi.
Seandainya Seseorang Belum Hafal
Al-Fatihah
Bagi seseorang yang belum hafal
Al Fatihah terutama bagi yang baru masuk Islam, tentu Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam telah memberikan solusinya. Nasehatnya untuk orang yang
belum hafal Al-Fatihah (tentunya dia tak berhak jadi Imam):
Ucapkanlah:
SUBHANALLAHI, WALHAMDULILLAHI, WA
LAA ILAHA ILLALLAHU, WALLAHU AKBAR, WALAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAHI
artinya:
"Maha Suci Allah, Segala puji milik
Allah, tiada Ilah (yang haq) kecuali Allah, Allah Maha Besar, Tiada daya
dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah."
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh
Al-Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Hakim, Thabrani dan Ibnu Hibban disahihkan
oleh Hakim dan disetujui oleh Ad-Dzahabi).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
juga bersabda:
"Jika kamu hafal suatu ayat Al-Qur-an
maka bacalah ayat tersebut, jika tidak maka bacalah Tahmid, Takbir dan
Tahlil."
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud
dan At-Tirmidzi dihasankan oleh At-Tirmidzi, tetapi sanadnya shahih, baca
Shahih Abi Dawud hadits no. 807).